Anak Tukang Becak Itu Pulang ke Indonesia | Baca Okee

Anak Tukang Becak Itu Pulang ke Indonesia

Masih ingat Raeni? Seorang anak tukang becak asal Semarang yang beberapa tahun silam membetot perhatian publik lantaran prestasi pendidikannya yang luar biasa.
Raeni kala itu menjadi lulusan terbaik di Universitas Negeri Semarang dengan IPK nyaris sempurna 3,96. Prestasinya itu lantas membuat banyak orang kagum.


Publik pun tersentuh tatkala diberitakan bahwa gadis manis itu menghadiri wisudanya dengan diantar sang ayah menggunakan becak. Foto-foto Raeni yang diantar sang ayah menggunakan becak sempat menjadi viral di media sosial.
Orang-orang salut melihat sosok Raeni yang begitu semangat meraih prestasi di tengah keterbatasan ekonomi. Ditambah lagi, ia tak gengsi dengan kondisi orangtuanya yang berprofesi sebagai tukang becak.

Kabar mengenai Raeni pun turut menarik perhatian Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat itu. Raeni pun diberi kesempatan khusus untuk bertemu dengan Bapak SBY dan Ibu Ani karena prestasinya yang cemerlang.
Dan beruntungnya Raeni, karena ternyata Presiden SBY juga memberinya " hadiah" berupa kesempatan mengenyam pendidikan S2 di luar negeri lewat program Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan).

Pada Agustus 2015 lalu, Raeni pun akhirnya berangkat ke Inggris untuk menempuh pendidikan S2 di Birmingham University, di program Magister of Science, International Accounting and Finance.
Lebih dari setahun berlalu, ternyata Raeni kini sudah menyelesaikan pendidikan S2-nya. Sekarang, ia pun sudah kembali ke Indonesia.
Kepulangan Raeni mendapat sambutan positif dari banyak pihak. Terutama rekan-rekannya.

Di akun Facebook-nya, Raeni banyak mendapat ucapan selamat dari rekan-rekan sejawatnya.
" Alhamdulillah bisa sltrhm dengan Bpk Abdul Kahar Direktur Pendanaan LPDP dan kawan-kawan muda awardee lpdp yang cerdas-cerdas. Ada mbk Raeni Mahasiswi Bidikmisi terbaik Nasional yang pernah diundang pk SBY (alumni s2 Brimingham University), Mas Arif (S2 Linguistik UNY) mas Alim (UNY) dan mbk Ira (S2 Mtk UGM). Semangat mengabdi bersama2 team seleksi lpdp mulai besuk pagi kawan. Sampai ketemu di GKN besuk. Keep Spirit...," tulis akun Ahmad Syafi'i.

" Masih ingat dengan salah satu sosok inspiratif kita, Raeni, penerima program beasiswa bidik misi yang beberapa tahun lalu diberi kesempatan bertemu dengan Bpk. SBY dan Ibu Ani karena prestasinya lulus dengan predikat terbaik, IPK 3.96, di Universitas Negeri Semarang. Alhamdulillah hari ini diberi kesempatan bertemu dengan Raeni lagi setelah setahun ga ketemu. Gelarnya yang dibawa mungkin sudah berbeda, studi Magisternya di Inggris (melalui beasiswa LPDP #tetep) sudah selesai, tapi karakternya tetap sama: bersemangat dan rendah hati.
Bukankah seharusnya seperti itu. Padi semakin berisi maka semakin merunduk :)" tulis Dian Setyawati.

Dalam Facebook juga tampak sejumlah postingan foto-foto baru yang memperlihatkan kebersamaan Raeni bersama rekan-rekannya di Indonesia pasca kepulangannya ke Tanah Air.
Setelah kembali ke Indonesia, semoga Raeni makin giat berkarya dan semangat mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapatkannya di negeri seberang, demi kemajuan bangsa. Sukses ya Raeni!

Raeni, Anak Tukang Becak yang Menghentak Negeri

Becak itu melaju pelan. Menyusuri jalan mulus beraspal. Naik-turun tanjakan. Menuju Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Sekaran, Gunungpati, Semarang. Gedung tempat digelarnya wisuda para sarjana pada Selasa 10 Juni 2014 itu.

Seorang perempuan berhijab duduk di bangku penumpang. Dandanannya rapi. Berbusana kebaya, berlapis toga hitam. Lengkap dengan topi segi lima di kepala. Di kursi belakang, seorang pria paruh baya sibuk mengayuh becak.  Di tanjakan, pria itu harus menekan pedal sekuat tenaga dengan napas tersengal.

Perempuan berhijab itu adalah Raeni, mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unnes. Ia datang bersama sang ayah, Mugiyono, yang nafasnya tersengal karena dialah yang mengayuh becak itu. Saat tiba di pelataran auditorium, mereka berdua sontak menjadi pusat perhatian. Hampir seluruh mata menatap. Kagum.

Wajar saja apabila para wisudawan lain beserta keluarga yang hadir kagum pada Raeni. Sebab, mahasiswa bersahaja ini menyandang gelar lulusan terbaik. Dia lulus cumlaude, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) nyaris sempurna: 3,96.

Bagi Raeni, datang ke wisuda dengan naik becak yang dikayuh ayahnya bukanlah untuk memelas. Atau pula pencitraan sebagaimana banyak dilakukan politisi. Melainkan karena itulah satu-satunya kendaraan yang dipunya oleh keluarga. Becak itu dikayuh sang ayah dari Kendal ke Semarang. Jaraknya cukup jauh: 25 kilometer.

Raeni sempat minder...

Hidup Pas-pasan

Menuntut ilmu hingga bangku kuliah bukan hal mudah bagi Raeni. Keluarganya hidup pas-pasan. Biaya kuliah yang selangit seolah tak pernah bisa tergapai oleh mereka. Namun karena tekad bulat, keluarga tetap menguliahkan si bungsu ini. Pada 2010, Mugiyono memutuskan berhenti dari perusahaan kayu lapis. Dia mengajukan pensiun dini demi mendapatkan pesangon untuk biaya kuliah.

“ Sebagai orangtua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” tutur Mugiyono sebagaimana dikutip laman Unnes.ac.id.

Sejak itu pula Mugiyono menarik becak. Saban hari ia mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Penghasilannya tak menentu. Kadang, dia mendapat Rp 50 ribu. Namun tak jarang pula hanya membawa pulang Rp 10 ribu. Hidup pas-pasan dari hasil menarik becak, Mugiyono terus memutar otak. Untuk menambah penghasilan, dia nyambi menjadi penjaga sekolah dengan upah Rp 450 ribu setiap bulan.

Beruntung, Raeni merupakan anak berotak encer. Prestasi yang bagus di sekolah membuatnya terpilih sebagai penerima beasiswa. Raeni menjadi satu di antara 1.850 siswa di Unnes yang mendapat beasiswa Bidikmisi –beasiswa bagi mahasiswa miskin berprestasi dari negara. Sehingga bisa kuliah dengan biaya gratis. “ Sejak saat itu, saya berjanji melakukan yang terbaik,” ujar Raeni.

Raeni mengaku sempat minder dengan kondisi orangtuanya. Namun dengan cepat perasaan itu dia hapus dari kamus hidup. Dukungan besar merupakan alasan yang cukup untuk membuatnya bangga kepada keluarga. “ Dulu pernah minder orangtua tukang becak. Tapi, kenapa minder? Beliau orangtua saya, mendidik saya, meski tidak memberi biaya hidup banyak (saat kuliah), tapi mendukung saya. Saya sangat bangga,” tutur dia.

Kepercayaan diri Raeni tumbuh. Dia bisa bergaul dengan teman-teman di kampus. Perempuan yang bercita-cita sebagai guru ini pun berkali-kali membuktikan kemampuan. Prestasi selama kuliah benar-benar cemerlang. Dara kelahiran 13 Januari 1993 ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Dan saat lulus, IPK dia 3,96.

Raeni mengaku tak punya resep khusus. Bagi dia, yang penting belajar sungguh-sungguh dan mengatur waktu dengan efisien. Dengan strategi itu, Raeni mampu menyelesaikan kuliahnya dalam waktu singkat. Hanya tiga setengah tahun.

Mimpi Raeni tak hanya lulus strata satu. Dia masih ingin melanjutkan studinya ke jenjang strata dua dan seterusnya. Dan kampus yang dia tuju bukan lagi berada di dalam negeri.

“ Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Inginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata Raeni. “ Saya mau ambil gelar magisternya di LSE,” katanya. LSE adalah singkatan dari London School of Economics, sebuah universitas terbaik di Inggris.

Prestasi mencorong Raeni sontak menjadi perhatian banyak pihak. Kisahnya ditulis oleh berbagai media. Dan setelah lulus itu, banyak tawaran beasiswa datang kepadanya. Tak hanya itu, berbagai perusahaan pun berbondong datang melamar.


Salah satu tawaran datang dari Susilo Bambang Yudhoyono, saat masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Tawaran itu disampaikan langsung saat Raeni bertemu dengan Presiden di Bandara Halim Perdanakusumah, Jumat 13 Juni 2014.

Melalui akun Twitter, SBY mengucapkan selamat kepada Raeni. Dia menyebut prestasi Raeni sangat membanggakan. Sebab keterbatasan ekonomi ternyata tak menghalangi seseorang untuk berprestasi. “ Memenuhi rencana Raeni, pemerintah akan berikan kesempatan pendidikanS2 di luar negeri melalui Program Beasiswa Presiden.”

Raeni pun melakukan persiapan skor IELTS dan TOEFL-nya untuk bisa mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari London School of Economics, kampus idamannya. Saat kuliah, dia pernah mencoba tes TOEFL dan skornya saat itu hanya mencapai 500.

Namun yang dibutuhkan untuk lolos di LSE lebih tinggi dari angka itu. “ Saya lihat, beberapa kali buka beritanya, TOEFL dan IELTSnya yang diminta tinggi banget,” kata dia.

“ Tapi skor itu saya tempel di kamar, biar saya ingat, buat acuan saya setiap kali lihat tempelan itu, Insya Allah bisa, saya bisa mengejar itu.”

Selain belajar dengan giat, kata Raeni, doa orangtua juga menjadi pengaruh dari keberhasilannya. “ Doa orangtua memberikan kontribusi sangat luar biasa. Bapak saya berpesan jika ia tidak bisa memberikan apa-apa tapi hanya bisa berdoa semoga saya menjadi yang terbaik,” ujar Raeni.

Mugiyono pun berharap kesempatan beasiswa ke London dapat digunakan Raeni dengan baik, sama seperti ketika di Unnes. Pria 55 tahun yang kini bekerja di Rumah Dinas Bupati Kendal, Jawa Tengah, ini berharap anaknya bisa sekolah setinggi mungkin.

“ Kalau mengenai materi, saya sudah tidak mampu lagi memberikannya kepada Raeni. Untuk itu, saya berterimakasih kepada pemerintah yang sangat peduli kepada pendidikan Raeni,” kata Mugiyono.

Raeni telah membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tak menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu. Belitan ekonomi bisa dikalahkan dengan kesungguhan tekad. 

Kisah Raeni juga telah menghentak seantero negeri. Lalu apa keinginan terbesarnya? “ Saya hanya ingin bermanfaat untuk banyak orang. Terutama untuk anak-anak yang tidak mampu seperti saya,” tutur Raeni polos.
sumber: dream.co.id

0 Response to "Anak Tukang Becak Itu Pulang ke Indonesia"

Posting Komentar